Hari ini hari Jumat. Hari ke dua puluh dua dalam bulan Oktober tahun dua rubu empat, jam delapan pagi. Sebelum saya bercerita saya memberitahukan nama saya. Ini ibu Mofu dari kampung Nyampun Biak Timur. Saya sungguh senang menceritakan cerita agung dari tanah Papua ini. Cerita ini berasal dari kampung Sopen di Biak Barat. Inilah cerita agung Manarmakeri. Seseorang dari kampung Sopen bernama Yawi Nusyado. Yawi Nusyado membuat kebun di sebuah bukit di belakang (bagian darat) kampung Sopen. Setelah membuat kebun itu, dia membersihkan dan membakarnya setelah itu dia menanaminya dengan keladi, bete, dan labu. Ketika tanaman-tanamannya bertumbuh Yawi Nusyado membuat pagar untuk melindungi kebunnya supaya tanamannya tidak dimakan babi. Yawi Nusyado gembira sekali karena dia menyaksikan keladi, bete, dan labunya bertumbuh dengan subur. Tidak beberapa lama yawi Nusyado melihat ada seekor babi yang memakan kebunnya. Yawi Nusayado berjalan keliling pagar (kebunnya untuk mencari celah atau lobang) tetapi dia tidak melihat celah atau lobang di pagar kebunnya. Tiap-tiap hari babi itu memakan kebunnya hingga Yawi Nusyado bosan (marah) lalu berpikir untuk menangkap babi itu untuk dibbunuh. Pada suatu malam Yawi Nusyado membawa tombaknya dan perrgi untuk menangkap babi di pinggir kebunnya. Di tengah-tengah malam Yawi Nusyado mendengar babi itu berisik dalam kebunnya. Yawi Nusayado mengintip babi itu dari pinggir pagar kebun hingga dia dapat melihat dengan baik lalu melempar tombaknya menancap pada babi itu. Tetapi ketika tombak itu menancap pada babi itu Yawi Nusyado terkejut sekali karena mendengar babi itu tidak berteriak tetapi berbicara seperti manusia dan berkata, "Saya berhenti." Keesokan harinya Yawi Nusyado pergi mencari jejak babi itu agar dia dapat menyusulnya tetapi dia melihat bukan jejak babi melainkan hanya jejak manusia. Yawi Nusyado terus mengikuti jejak manusia dan darahnya sampai dia menemukan sebuah gua. Yawi Nusyado melihat bahwa jalan itu masih terus ke dalam gua itu, oleh karena itu dia berpikir untuk mengikutinya ke dalam gua itu. Ketika dia berjalan dua langkah ke dalam Yawi Nusyado mendengar suara yang menanyakannya dan berkata, "Siapakah engkau, mau kemanakah engkau dan apa yang engkau cari?" Yawi Nusyado berhenti dan berdiri mendengar suara itu berkata lagi, "Engkau ingin membawa tombakmu, tetapi ketika engkau kembali engakau harus berkalan mundur dengan membelakang lalu pulang." Ketika itu Yawi Nusyado juga menyampaikan sebuah pertanyaan, katanya: "Saya tidak tahu bagaimana harus berjalan." Suara itu berbicara lagi katanya, "Ikut dan kerjakanlah apa yang saya telah sampaikan kepadamu, kalau tidak engkau akan tergelincir dan jatuh." \fti Ketika itu Yawi Nusyado mengikuti dan melaksanakan apa yang dikatakan suara itu. Pada saat itu Yawi Nusyado mendengar banyak orang berpesta, tertawa dan bergembira ria yang menunjukkan bahwa mereka sangat senang. Suara itu bertanya lagi, "Engkau sudah dengar dan kenal suara-suara itu kah?" Yawi Nusyadi menjawab, katanya, "Saya dengar nyanyian dan suara-suara yang penuh kegirangan.." Pada saat itu mata Yawi Nusyado terbuka dan dia meliha sebuah kampung besar bersih dan sangat indah di depan dia. Dia juga melihat penduduk yang berada di kampung itu semuanya kelihatan muda-muda. Yawi Nusyado juga melihat orang-orang tua yang sudah meninggal lama ada juga tetapi mereka juga kelihatan muda-muda. Setelah Yawi Nusyado melihat semuanya suara itu berkata, "Waktumu belum tiba untuk kamu masuk di sini, oleh karena itu nanti kamu kembali ke dunia sasor (dunia berkulit lama). "Yang engkau baru lihat tadi adalah sorga." "Bawalah tombakmu dan pulanglah ke rumah." Yawi Nusyado tidak mengambil tombaknya tetapi pulang saja karena ada seekor ular besar berbaring menghalanginya. Yawi Nusyado pulang dengan pikiran yang terus menerus (melayang) ke sorga yang telah di lihatnya di gua itu. Pada waktu-waktu tertentu Yawi Nusyado duduk sendirian dan pikirannya melayang ke sorga, sorga yang penuh dengan kegembiraan yang tiada henti-hentinya. \fti Lama-kelamaan Yawi Nusyado tidak memperhatikan tubuhnya hingga dia menjadi kaskado. Tubuh Yawi Nusyado penuh dengan kaskado sehingga penduduk di kampung Sopen besar maupun kecil memanggilnya dengan sebutan Mansar Manarmakeri (Orang Tua berkulit kaskado). Manarmakeri meninggalkan kampung Sopen. Suatu hari anak kepala kampung di kampung Sopen membawa busur dan panah dan berjalan keliling pantai. Tidak beberapa lama dia melihat ke depan seekor kasuari keluar ke pantai dan berjalan ke laut, anak laki-laki itu berdiri diam-diam dan mengamati apa yang hendak dilakukan kasuari itu. Kasuari itu pergi ke laut mencari sebuah kolam setelah itu dia duduk di dlam kolam itu. Kasuari itu duduk sedikit lama kemudian berdiri dan berjalan ke pantai yang ( kering di darat). Dia pergi ke tempat yang kering, mengguncang tubuhnnya dan ikan-ikan kecil yang berada di bulu-bulunya jatuh di atas pasir. Tidak beberapa lama seorang gadis cantik keluar dari semak-semman di pinggir pantai dan mengumpulkan ikan-ikan kecil dalam keranjang setelah itu naik dan duduk di atas punggung kasuari itu dan keduanya masuk ke dalam hutan. Anak laki-laki itu mengingini anak perempuan cantik dari kasuari itu oleh karena itu dia terus pulang ke kampung dan memberitahu para laki-laki di desa itu agar keesokan harinya mereka semua pergi untuk menangkap kasuari dan anak perempuan cantik yang telah dilihatnya. Keesokan hari harinya para laki-laki yang tinggal di kampung Sopen pergi untuk mencari kasuari dan gadis cantik itu ke dalam hutan. Mereka berkumpul dan mengelilingi (kasuari dan gadis itu) tetapi tidak sanggup menangkap mereka. Begitu seterusnya mereka mencari karena anak kepala kampung itu telah berjanji bahwa bila seseorang dapat menangkap kasuari dan gadis cantik untuk dikawininya maka dia akan mendapatkan sudara perempuannya (anak perempuan bungsu dari kepala kampung). Manarmakeri mendengar tetntang pencarian ini oleh karena itu dia senang untuk ikut mencarikannya. Akan tetapi penduduk di desa itu mengata-ngatakannya dan berkata, "Mereka yang pergi adalah laki-laki yang bagus-bagus dan kuat-kuat tetapi mereka akhirnya tidak sanggup baru engkau orang tua yang tidak berharga engkaukah yang nanti bisa menangkap kasuari itu?" Manarmakeri hanya mendengarkan kata-kata mereka tetapi dia berjalan mengikuti para pria yang hendak masuk ke dalam hutan, dan Manarmakeri pergi ke pohon bakau dan bersembunyi di dahan pohon ketapang. Tidak beberapa lama dia mendengar bunyi suara yang keras dari dalam hutan. Para lelaki telah mengepung kasuari dan anak gadisnya, tetapi kasuari itu berhasil lolos dari kepungan dan dan berlari ke arah pohon-pohon bakau dan salah jalan ke tempat Manarmakeri bersembunyi, oleh karen aitu Manarmakeri berdiri dengan cepat dan memakai tongkatnya untuk mengait kedua kaki kasuari itu hingga ia jatuh, ketika itu Manarmakeri menangkap gadis cantik itu. Kasuari itu membawa orang-orangnya dan mereka pulang ke pulau Yapen, itu yang menyebabkan sekarang ini tidak ada burung kasuari di pulau Biak. Manarmakeri membawa anak perempuan canrik dari kasuari itu dan menyerahkanya kepada anak laki-laki dari kepala kampung untuk dikawini. Hal yang tidak beres untuk Manawmakeri adalah bahwa anak laki-laki dari kepala kampung itu tidak menepati janjinya tetapi babi yang diberikan kepada Manarmakeri, oleh karena itu Manarmakeri memberikan babi itu untuk orang-orangnya (marganya) bunuh dan akan makan bersama-sama. Orang-orang Manarmakeri itu pergi mengumpulkan kayu bakar, makanan dan daun-daun labu di kebunnya. Mereka membunuh babi dan memanggangnya bersama-sama dengan makanan dan sayuran yang telah mereka ambil dari kebun Manarmakeri. Ketika panggangan telah masak orang-orangnya makan semua makanan, sayuran dan daging babi sampai habis dari (tidak ada yang tersisa untuk) Manarmakeri. Pada saat itu Manarmakeri marah kepada orang-orangnya dan dia pergi meninggalkan kampung Sopen, kampung yang sangat dirindukannya tetapi oran-orangnya tidak menghargai dia. Perjalanan Manarmakeri atau keberangkatan Manarmakeri. Manarmakeri sangat mencintai kampungnya, Sopen, kampung dimana dia dibesarkan dan gunung kesayangannya, tempat dia berkebun dan menikam seekor babi yang mengatakan, "Saya berhenti", oleh karena itu dia sendiri menamakan bukit itu Yamnaibori (Bukit tempat saya berhenti). Dia sangat mengasihi rakyatnya tetapi kudis-kudisnya menyebabkan orang-orangnya mengata-ngatainya dan tidak menghormatinya. Orang-orangnya tidak tahu mengasihi karena mereka makan semua tanaman-tanaman dan babinya. Manarmakeri sudah tidak punya apa-apa, hal yang tersisa adalah tongkat dan perahu kabasya, hanya kedua benda itu saja. Ketika dia naik ke bukit Yamnaibori dan pikirannya melayang ke sorga yang telah dilihatnya, dia tidak pulang cepat dan orang-orangnya makan seluruh makanan yang dipanggang darinya, dia tidak mau berbicara tentang makanan dan babi yang dimakannya tetapi hanya mendorong perahu kabasyanya. Dia hanya membawa dayung, penimba air, dan tongkatnya dan mendayung di sepanjang pantai ke arah timur (matahari terbit). Pada waktu itu angin barat bertiup oleh karena itu laut sedikit bergelombang sehingga Manarmakeri berpikir untuk tidak terus berdayung tetapi berlabuh di kampung Maundori. Pada saat itu air laut surut sampai mencapai karang-karang di tepi laut biru dan tidak ada tempat untuk berlabuh. Manarmakeri menggunakan tongkatnya untuk menggores batu karang dan tempat itu menjadi terusan/pelabuhan untuk dia mendayung ke darat. Di pantai itu dia memakai tongkatnya untuk membuat sebuah terusan/teluk untuk berlabuh. Karena pada saat itu Manarmakeri haus dan tidak ada air yang tersedia maka dia menggunakan tongkatnya untuk membuat air keluar dari baru karang yang berada di pinggir pantai. Air itu menjadi mata air untuk masyarakat di kampung Maundori dan mereka memakainya sebagai air minum, air itu masih ada dan mereka menyebut mata air itu sebagai "Air Manarmakeri." Perjalanan ke Mokmer dan pulau Wundi. Ketika angin bertiup Manarmakeri naik perahu kabasyanya dan berdayung ke arah Samber. Ketika dia mendekati Samber, Manarmakeri menyelam dan menangkap ikan Insamen besar dengan tongkat wasiatnya. Dia membawa ikan Insamen itu dengan perahu Kabasyanya dan berdayung ke rumah temannya di kampung Samber. Mereka memotong ikan Insamen itu lalu memasaknya dan makan sampai habis tetapi ibu pemilik rumah itu tidak mendapatkan bagiannya. Ketika Manarmakeri mengetahui bahwa ibu itu tidak makan ikan Insamen itu maka malulah ia dan pergi meninggalkan kampung samber dan berdayung ke kampung Mokmer. Di laut kampung Sorido Manarmakeri menggunakan tongkat wasiatnya untuk menangkap seekor ikan besar lagi dan membawanya ke saudara sepupunya, Padawankan, di Mokmer. Di kampung Mokmer Manarmakeri sangat senang karena bertemu dan bercaka-cakap dengan saudara sepupunya, Padawankan, karena telah lama keduanya tidak pernah bertemu. Pada saat itu istri Padawankan sedang pergi ke kebun dan belum kembali ke rumah, ketika tiu mereka memasak ikan yang Manarmakeri tangkap di Sorido dan makan sampai habis tetapi istri Padawankan tidak mendapatkan bagiannya. Pada sore hari isteri Padawankan pulang dari kebun dan melihat tulang-tulang ikan oleh karena itu dia menanyakan bagiannya tetapi mereka katakan bahwa ikan sudah habis, maka dia marah dan mengeluh. Manarmakeri mendengar pembicaraan isteri Padawankan oleh karena itu dia meminta untuk pergi. Sebelum dia berangkat sepupunya, Padawankan, memberi dua kelapa tua dan satu buah sudah bertunas. Manarmakeri mendayung meninggalkan kampung Mokmer dan pergi ke Meokbundi tempat dimana dia percaya akan menemukan sorga suatu hari. Manarmakeri tiba dengan selamat di pulau Meokbundi dan masyarakat di pulau itu memperlakukannya dengan baik dan tidak mengusir dia. Di pulau Meokbundi Manarmakeri ingin sekali menyadap nira (minuman tuak dari pohon kelapa) oleh karena itu dia meminta satu pohon kelapa dari masyarakat di pulau yang telah menolong dia, akan tetapi mereka menolak memberikan sebuah pohon kelapa untuk disadapnya. Ketika itu Manarmakaeri menanam tunas kelapanya dan tunas itu bertumbuh cepat sekali dan menjadi pohon kelapa besar dan dia menyadapnya sebagai tuak (minuman saguer). Sejak saat itu Manarmakeri setiap hari hidup dari sadapan minuman saguer, pekerjaan yang sangat digemarinya. Pekerjaan di Pulau Wundi. Pada suatu pagi Manarmakeri pergi untuk melihat pucuk kelapanya, akan tetapi dia sangat terkejut karena dia melihat empat bambunya yang tergantung di pucuk pohon kelapa kosong, seseorang pasti telah meminum curi minuman saugernya. Karena setiap pagi minuman saguernya habis terus sehingga Manarmakeri marah dan berpikir untuk mencari pencuri yang minum saguernya agar dia dapat menangkapnya. Sejak malam pertama Manarmakeri duduk di dahan pohon kelapa itu. Tetapi dia melihat keesokan harinya minuman saguernya masih dicuri. Pada malam kedua Manarmakeri membuat tempak duduk di tengah-tengah pohon kelapa untuk mengamati pencuri itu. Tetapi pagi harinya dia melihat lagi bahwa minuman saguernya habis lagi. Pada malam ketiga Manarmakeri duduk bersembunyi di antara pelepah kelapa, Keesokkan harinya sebelum fajar menyingsing Manarmakeri melihat pencuri minuman saguer itu turun ke bawah melalui pelepah kelapa. Pencuri itu adalah Bintang pagi atau Sampari. Ketika itu Manarmakeri mengulurkan tangannya untuk menahan dan memeluk dengan sangat kuat hingga Sampari berjuang untuk membebaskan dirinya tetapi dia tidak sanggup melepaskan dirinya dari tangan Manarmakeri. Fajar telah menyingsing; ketika itu Sampari sangat bingung dan berkata, "Oh orang tua, saya minta supaya engkau membebaskan saya karena hal-hal yang menyusahkan saya telah datang." Akan tetapi Manarmakeri berkata, "Saya tidak akan melepaskan engkau sampai engkau memberikan hal yang sangat saya inginkan dalam beberapa waktu ini." Sampari menanyakan Manarmakeri apa yang disukainya dan dia menyebut banyak hal yang diperkirakan akan disukai Manarmakeri tetapi Manarmakeri tidak menjawab satupun. Oleh karena itu Sampari bertanya lagu dan berkata, "Jika demikian katakanlah apa yang sesungguhnya sangat Engkau sukai?" Dengan berhati-hati Manarmakeri menjawab, "Hal yang saya ingin engkau berikan adalah, Sorga terbuka." Sampari memberitahu Sampari, katanya, "Manarmakeri permintaanmu telah saya kabulkan pada pagi ini sebelum matahari bersinar. \fti Engkau telah memiliki sorga dan sorga itu ada padamu akan tetapi supaya engkau mengetahui kejaiban sorgawi, besok ke depan kalau engkau melihat anak perempuan dari Rumbarak,Kepala kampung besar, mandi dengan gadis-gasis lainnya di pantai dekat dengan pohon bitanggur maka pergilah dan petik beberapa buah Marsh untuk dilempar ke lau ke arah mereka. Engkau akan melihat apa yang terjadi pada Insoraki pada wakt-waktu yang akan datang adalah kekuatan dari sorga yang telah engkau peroleh dari saya. Saya minta supaya engkau melepaskan saya karena matahari pagi telah naik, terima kasih banyak. Kemudian Manarmakeri melepaskan Sampari untuk berangkat karena dia telan mendapatkan apa yang dirindukannya. Beberapa hari berlalu Manarmakeri melihat ke laut beberapa anak gadis sedang mandi di pantai dekat dahan-dahan pohon bitanggur yang condong ke laut. Manarmakeri berjalan diam-diam dan bersembunyi di belakang pohon bitanggur dan dengan hati-hati melihat gadis yang sangat cantik yaitu Insoraki yang sangat terkenal di kampung.. Manarmakeri memetik buah-buah bitanggur kemudian mengucapkan mantra dan melemparkannya ke air laut. Buah-buah bitanggur itu hanyut ke air laut hingga satu buah masuk ke dalam dan menyentuh payudara Insoraki. Insoraki terkejut dan memegang buah bitanggur itu dan melemparnya ke luar. Tidak beberapa lama, buah yang kedua masuk ke dalam dan menyentuh payudara Insoraki lagi. Dia memegang buah itu dan menlemparkannya sangat jauh ke luar. Tetapi buah bitanggur yang ketiga masuk dan menyentuh payudara Insoraki lagi. Ketika insoraki pulang ke rumah payudaranya gatal-gatal oleh karena itu ia menggaruknya sampai tidak beberapa kemudian ia mendapati dirinya sedang hamil. Orang tua Insoraki terkejut dengan apa yang telah terjadi pada anak gadis mereka, mereka menanyakan orang-orang di pulau Wundi kira-kira siapa yang mengetahui penyebabnya yang sesungguhnya, tetapi tidak seorangpun mengetahuinya. Insoraki sendiri tidak mengetahuinya. Tidak beberapa lama waktunya untuk melahirkan seorang anak telah tiba dan dia mekahirkan seorang anak dan anak itu adaalah seorang anak laki-laki, dan mereka menamainya dengan nama Manarbew. Manarbew bertumbuh cepat sekali dan besar dan tampan sekali dan mulai mengerti dan dapat berbicara, sejak itu dia terus-menerus menanyakan ibunya setiap hari, katanya, "Ibu, ayah ada di mana?" Orang tua Insoraki bosan oleh karena itu mereka mengadakan pertemuan untuk memrencanakan sebuah pesta (perayaan tari) dan pada pesta itu mereka akan mencari ayah Manarbew. Hari itu tiba dan pesta itu telah dimulai dan semua orang yang di desa berkumpul untuk mengambil bagian. Insoraki dan anaknya Manarbew duduk di bagian paling depan sgar dapat melihat laki-laki yang menyanyi wor dan memukul tifa agar Manarbew dapat mengenali ayahnya. Yang berjalan pertama adalah barisan anak-anak muda, tetapi Manarbew tidak melihat ayahnya. Barisan yang kedua adalah orang tua setengah baya, tetapi Manarbew belum melihat ayahnya. Setelah itu barisan orang-orang tua-tua lagi berjalan tetapi Manarbew tidak bergerak sama sekali. Kemudian barisan yang sangat terakhir yaitu orang-orang yang sangat tua sekali, dan Manarmakeri adalah yang berjalan paling belakang, dia memegang tongkat dan daun-daun untuk mengusir lalat. Ketika orang-orang tua itu berjalan di depan Insoraki dan Manarbew, Manarbew menunjuk Manarmakeri dan berkata, "Ibu, itu ayah, ibu, itu ayah." Manarbew mengatakan demikian dan meronta-ronta untuk pergi memeluk ayahnya, tetapi Insoraki menahannya karena dia sangat jijik terhadap Manarmakeri. Manarbew meronta-ronta sampai ibunya melepaskannya dan dia berlari memeluk Manarmakeri. Ketika itu, pesta besar itu bubar, mereka marah karena Manarmakeri mengawini Insoraki, gadis yang sangat cantik di desa itu. Mereka menghancurkan rumah-rumah nmereka dan mengambil barang-barang mereka, dan, memecahkan perahu-perahu kecil yang lain semua karena mereka tidak ingin Manarmakeri dan isterinya menggunakannya. Orang-orang itu semuanya berlayar meninggalkan pulau Wundi dan pergi tinggal di Yobi. Insoraki, Manarbew dan Manarmakeri juga mau ikut perahu mereka tetapi mereka ditolak. Adik laki-laki dari Insoraki yaitu Sanerari bersimpati kepada mereka sehingga dia turun untuk tinggal bersama mereka di pulau Wundi. Pada sore harinya, Manarbew lapar sehingga dia meminta makanan dari ibunya, Insoraki. Ibunya,Insoraki, mengatakan, "Pergilah makan kulit kaskado dari ayahmu." Manarbew pergi meminta makanan dari ayahnya, Manarmakeri, dan Manarmakeri menyuruh dia untuk masuk ke dalam kamar dan melihat (apa yang ada di dalam kamar) dan dia melihat banyak makanan ada di di situ. Manarbew memberitahu ibunya, Isorakim dan Insoraki masuk ke dalam melihat dan terkejut tetapi dia menyimpan (hal tersebut) dalam hatinya. Tiap-tiap hari makanan tersedia begitu terus dan mereka makan saja. Pada suatu hari Manarmakeri pergi membakar dirinya di pohon kayu besu yang dekat dengan bagian pulau yang bernama Kaweri. Pada sore harinya Manarmakeri berjalan pulang ke rumah, Manarbew melihatnya dari kejauhan dan berkata kepada ibunya Insoraki, " Ibu, coba lihat ayah yang berjalan dari sana." Insoraki tidak percaya dan berkata, "Jangan angkuh karena ayahmu berkudis dan gatal-gatal." Ketika dia tiba di rumah barulah Insoraki mengetahui denganpasti bahwa Manarmakeri telah menggantikan kulitnya yang lama dengan kulit yang baru dan dia kelihatan muda dan tampan sekali. Manarbew berkata kepada ibunya, katanya, "Ibu ayah itu sangat sakti dan bisa melakukan segalka sesuatu, dia hanya berbicara dan berbagai buah-buahan dan makanan ada semua." Cobalah lihat dia merubah dirinya sendiri menjadi baru dan dia yang sekarang ada di tengah-tengah kita ini. Pada awalnya Insoraki tidak begitu percaya hal-hal yang dikatakan Manarbew, tetapi lama-kelamaan hatinya percaya. Oleh karena itu pada suatu hari Insoraki memarahi suaminya, Manarmakeri dan berkata, "Apa yang menyebabkan engkau tidak memberitahu dirimu yang sebenarnya supaya orang-orang saya jangan meninggalkan kita. Tetapi Manarmakeri menjawab, "Jangan marah karena nanti kita menyusul mereka." Keesokkan harinya Manarmakeri pergi berdiri di pantai dan membuat sebuah perahu Mansusu di pantai. Dia mendorong perahu yang telah dibuatnya untuk berlabuh di air laut tetapi dia melihat perahu Mansusu itu tidak berkenan di hatinya. Dia membuat perahu Wiron dan mendorongnya lagi (ke air laut) tetapi dia tidak menyukainya karen abanyak orang telah membuatnya maka ia tidak menyukainya. Ketika itu dia membuat prahu Karures yang besar dan mendorongnya (untuk) berlabuh (pantai) dan itu yang disukai Manarmakeri. Mereka kemudian mengumpulkan barang-barang mereka dan berlayar meninggalkan pulau Wundi ke Krawi untuk bertemu orang-orang mereka. Dari Krawi ke Numfor. Manarmakeri, Insoraki, Manarbew dan pamannya Saneraro berlayar dengan perahu Karures dan dengan cepat saja mereka tiba di Krawi. Semua orang-orang dari pulau Wundi yang meninggalkan mereka ada di tempat itu. Manarmakeri menyampaikan pesan ke darat agar bapa dan mama mantunya pergi ke laut dan berbaring agar perahu karures dapat didorong melalui tubuh mereka. Kedua orang tua itu menolak dengan luar biasa dan mengata-ngatai Manarmakeri, katanya, "Dia sangka dia apa sehingga dia mau perahunya menjadikan tubuh mereka sebagai bantalan." Orang-orang di situ menolak Manarmakeri sehingga Manarmakeri marah dan berlayar pulang ke Numfor. Seandainya mereka tahu maka mungkin mereka akan menuruti kata-katanya dan dengan demikian merekapun berganti kuli yang lama menjadi baru (muda) seperti bagaimana dia menjadi baru (muda). Bapa dan ibu mantunya seandainya hari itu mereka berbaring dan perahu Karures melaluji tubuh mereka maka mereka akan menggantikan tubuh mereka menjadi muda seperti Manarmakeri. Perahu Karures berlayar ke bagian matahari terbenam dan tiba di pulau Numfor. Manarbew menangis ingin bermain di pantai karena panas terik. Di tempat itu Manarmakeri melempar sebuah baru ke darat dan menjadi pulau yang diberi nama Poiru. Manarbew turun ke darat bermain di pantai dari pulau kecil itu. Pulau Poiri hingga saat ini kita lihat ada di laut pulau Pakreki. Di pulau itu Manarmakeri menanam empat pohon dan keempat pohon itu berkembang menjadi empat marga besar yaitu: Rumberpon, Rumansara, Anggraidifu, dan Rumberpur. Yang menjadi kepada dari keempat marga ini adalah, "Funkawyan." Keberangkatan ke kepulauan Raja Ampat dan ke bagian barat.. Manarmakeri dan keluarganya tinggal untuk beberapa saat di Numfor. Manarmakeri berpesan kepada orang-orangnya, katanya, "Nanti saya akan membuat hal-hal yang ajaib di pulau ini akan tetapi saya minta agar kalian mengikuti kata-kata saya dengan baik." Bila seseorang meninggal jangan tangisi dia karena nanri dia akan bangkit dan hidup kembali. Bila makanan habis jangan cari ke pulau Yapen karena berbagai macam makanan akan datang sendiri ke sini. Masyarakat di Numfor tidak mengikuti pesan Manarmakeri, mereka menangisi orang mati dan masih mencari makanan ke pulau Yapen. Manarmakeri marah kepada orang-orang yang tidak menuruti (pesan-pesannya) dan dia mendorong perahunya untuk pergi seterusnya. Sebelum mereka bersiap-siap untuk berlayar Manarber masih tersu bermain di pantai. Manarmakeroi melempar sebuah ular beracun untuk menakut-nakuti Manarbew, oleh karena itu Manarbew takut dan pergi naik ke perahu. Sejak saat itu ikak beracun banyak di Numfor hingga saat ini. Manarmakeri dan keluarganya berlayar ke pulau-pulau Raja Ampat dan dari situ mereka terus berlayar ke bagian matahari terbenam sampai tiba di tanah asing. Itu yang menyebabkan orang-orang asing memiliki kekayaan tetapi kita tidak punya apa-apa, Pesan-pesan Manarmakeri. Demikianlah ceritanya seperti itu, Manarmakeri akan datang pada generasi ke tujuh. Manarmakeri memberikan pesan-pesannya sebagai berikut: Pertama, masyarakat tidak boleh makan labu dan babi karena keduanya itu yang menyebabkan Manarmakeri meninggalkan kampung Sopen. Kedua, masyarakat tidak boleh makan ular dan udang karena mereka juga berganti kulit seperti Manarmnakeri berganti kulit. Ketiga, tidak seorangpun boleh menumpahkan darah karena di tempat darah tumpah tidak ada perdamaian. Keempat, masyarakat harus membangun rumah-rumah untuk menampung orang-orang mati yang akan bangkit lagi. Mereka harus membangun rumah-rumah (gudang-gudang) besar untuk menampung makanan-makanan dari Manarmakeri. Mereka harus mengumpulkan banyak kayu bakar karena ketika Manarmakeri datang nati bumi akan gelap selama tiga hari. Sampai di sinilah cerita ini.